Kota Terpadu Mandiri (KTM) sejatinya adalah sebuah konsep pembangunan kota baru di kawasan transmigrasi yang dirancang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Kalau merujuk dari namanya, muncul kesan program ini sangat bagus dan prestisius: membentuk sebuah “kota” baru, yang “terpadu”, dan relatif “mandiri” dari kota lain (yang sudah ada). Bayangan kita ketika program ini terlaksana, akan lahir sebuah kota baru dengan sarana prasarana lengkap (terpadu)—ada kantor, pasar, ruang publik, terminal, kawasan perumahan, dll—yang kira-kira mirip dengan Bumi Serpong Damai (BSD).
Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Entah karena kurangnya anggaran, tidak seriusnya pelaksana program, atau adanya indikasi korupsi, di beberapa daerah, pembangunan KTM terlihat kurang maksimal, bahkan ada kesan dibangun seadanya. Paling tidak kesan itu saya lihat ketika mengunjungi KTM Tobadak di Mamuju, Sulawesi Barat. Jangankan mengimpikan lahirnya sebuah kota satelit seperti BSD, kota kecil dengan aktivitas ekonomi kecil pun belum tentu hadir di pusat KTM.
Terdorong oleh pernyataan Gubernur Sulawesi Barat yang menyebutkan bahwa KTM Tobadak Bisa Terindah di Indonesia akhir tahun lalu saya mencoba mengintip hasil pembangunan KTM tersebut. Hasilnya? Boleh dibilang jauh dari sempurna, apalagi indah. Kondisi di pusat KTM yang dibangun sejak tahun 2006 itu sangat sepi dan hampir tidak ada aktivitas manusia. Kantor Badan Pengelola KTM juga terlihat tidak pernah ditempati.
Yang lebih parah adalah kondisi Masjid di pusat KTM yang infonya dibangun pada tahun 2008 ternyata hampir tidak pernah dipakai. Lantai kotor dan pada beberapa titik bangunan mulai hancur sehingga sangat tidak mungkin dimanfaatkan untuk sholat berjamaah dan kegiatan keagamaan lainnya.
Setelah melihat masjid, saya coba melongok pasar dan bangunan terminal. Bangunan pasar memang terlihat lebih bagus, tetapi sejak dibangun, belum juga ada pedagang yang menempati. Demikian pula bangunan terminalnya, habis dibangun, tidak pernah operasional. Banyak rerumputan hijau yang merambat bebas di kawasan terminal mengindikasikan bahwa hampir tidak ada angkutan umum yang mampir ke terminal ini.
Yang agak melegakan adalah pembangunan infrastruktur jalan di kawasan KTM Lunang Silaut yang menurut pengamatan saya relatif cukup baik. Jalan akses dari permukiman warga maupun kawasan perkebunan kelapa sawit ke pusat KTM dan ke kawasan Silaut Luar sudah terlihat bagus.
Adanya pertumbuhan ekonomi di KTM Lunang Silaut itu tidak lepas dari merebaknya pembukaan lahan sawit di sana yang dibarengi dengan pembangunan infrastruktur yang cukup memadai. Menurut Dedi, pembangunan infrastruktur jalan yang menghubungkan kawasan perkebunan ke pusat KTM dan sentra penjualan hasil perkebunan menjadi pendorong utama tumbuhnya ekonomi masyarakat.
Ya..kuncinya adalah infrastruktur. Selama pembangunan infrastruktur menjadi prioritas dalam mengembangkan kota baru seperti KTM, dampaknya akan lebih terasa daripada membangun sarana perkantoran di pusat KTM. Yang tak kalah penting adalah penempatan lokasi pusat KTM sebaiknya memilih tempat yang sebelumnya memang sudah dikenal sebagai pusat aktivitas ekonomi warga. Pemerintah tinggal melakukan revitalisasi terhadap fasilitas-fasilitas yang sudah eksisting di sana, DAN TENTU SAJA TANPA KORUPSI (*_^)
sumber: http://regional.kompasiana.com/2012/11/23/ktm-seperti-kota-tanpa-masterplan-505448.html
wawwwwwwwww,byak sawitnyaaaaaa
ReplyDelete